Eksplor Jogja 2015


Waktunya meliburkan diri telah tiba. Sejenak rehat dari hiruk pikuknya dunia kantor pun sudah saatnya. By the way, perjalan ini bukan yang pertama kalinya. Tapi untuk kesekian kalinya kembali kesini. Yogya... Halaman rumah papah ku. Biasa liburan beramai-ramai tapi tidak kali ini karena ada sederet banyak alasan. Kali ini hanya berdua saja dengan teman kuliah ku, Dian. And this is first time, i and her traveling with two person. Memilih Yogya karna saya telah menobatkan Yogya sebagai kota yang aman, tak asing, dan pastinya hemat. Aman, cuz culture shock not so far from us. Tak asing, sudah tahu beberapa pengkolan jadi ndak bodo-bodo amat. Hemat, tentu dalam artian bisa numpang tidur di kampung halaman papahanda. 
Kami naik kereta jurusan Pasar Senen - Lempuyangan, dengan harga tiket termurah di Agustus 2015 PP Jkt - Jog cuma 230.000 saja, tentunya ekonomi yang murah meriah euy. Kami naik kereta jam 22.00 - 06.00. Lumayan menguras pantat dengan kondisi bangku kerennya kelas ekonomi. 
Jugijagijugijagijugggg.....
Sesampainya disana, walau sudah berkali-kali tapi tetap aja bingung. Tapi karena ada rekomendasi untuk kendaraan hilir mudik di jogja, kami gunakan Taksi Online yang sangat membantu banget. Kalau di jakarta ada grabtaxi atau uber, di jogja pun ada sejenisnya. Di jogja harga taxi mahal, banyak yang menggunakan argo kuda, tarif suka-suka, sampai dengan tawar menawar. Tapi saya sangat tidak merekomendasikan naik taksi sedan. Kalo Saytaxi taksi dan cara pesannya seperti grabcar dan tarifnya dihitung perkilometer seperti taxi. Memang murah, tapi karena jarak di jogja dari satu tempat ke tempat lainnya jauh jadi menurutku hitungannya tetap aja mahal. Ongkos taksi termurah yang dikeluarkan adalah 50.000 (Lempuyangan - Imogiri) dan yang termahal 85.000 (Imogiri - Student Park). Tapi taxi ini menjadi rekomendasi jika memang tak ada pilihan kendaraan lain. Aplikasi ini bisa di download via android dan iphone. Aplikasi SayTaxi baru beroperasi sekitar bulan Maret 2015. Armada yang bekerja sama dengan SayTaxi saat itu hanya taksi 373737 (dulu bernama JAS).
Karena niat pertamaku datang ke Jogja adalah ke kampung halaman papah jadi hari pertama kami memutuskan untuk menginap di rumah adik papah ku. Jarak tempuh dari Stasiun Lempuyanan sekitar 20 menit dengan taksi tanpa macet. Imogiri Barat banyak sekali perubahan. Hanya bermodalkan Google Maps dan titik kordinat yang dikirimkan oleh sepupu ku via whatsapp kami pun sampai tanpa nyasar. Tempatnya masih asri, tapi aku sudah pangling dengan suasanya yang lebih ramai dari sekitar 10 tahun. Sebenarnya sudah beberapa kali aku mampir ke jogja saat aku kuliah, tapi keluarga ku melarang untuk mampir kesana karena takut merepotkan mereka. Tapi kali ini aku masa bodo, karena sudah terlalu merindu. Ini dia suasana kampung halaman papa ku.
Saat sampai pagi hari kami langsung bersiap untuk berjalan-jalan, tak boleh buang waktu namanya juga liburan singkat. Hehehe.. Hari pertama kami mampir ke Mangunan. Disana ada Bukit Mangunan yang katanya pemandangannya kaya view Amazon dari atas bukit. Sepanjang jalan berkelok tinggi/ karena medannya terus menanjak ke atas  buat kamu yang mau coba sebaiknya berhati-hati ya. Karena kami sampai disini ba'da zuhur jadi suasananya panas. Lebih indah lagi jika menanti matahari terbit disini.

Pagi hari (source: http://bit.ly/1J7uCt9)

Siang bolong (dokumentasi pribadi)
Bisa bedain kan yang mana fotografer profesional dan abal-abal? Hihiiii
Kemudian yang kedua masih disekitaran Mangunan kami ke Hutan Pinusnya.. Ya karena Hutan Pinus gitu-gitu aja, jadi angelnya sama aja foto di Hutan Pinus Gunung Pancar, Sentul. Hehehe.. Disini banyak yang foto-foto, tempatnya lebih luas, tanahnya lebih asik karena bisa dijangkau dengan jalan kaki santai.

Di Hutan Pinus, Gunung Pancar Sentul (Doc. Pribadi)
Video kiriman amalia ta (@amelksatria) pada
Di Hutan Pinus, Mangunan Jogja (Doc. Pribadi)
Sekilas susah dibedain dong, hehhee
Setelah menikmati ademnya foto-foto di hutan enaknya wisata kuliner. Menu sate yang ditusuk di tralis besi menjadi pengisi kekosongan perut. Sate Klathak Pak Pong sudah melegenda. Berada di Jalan Stadion Sultan Agung (Jalan Imogiri Timur Km 10, Wonokromo) atau timur Stadion Sultan Agung ini setipa harinya selalu ramai dipadati pembeli. Buktinya pas kesana ada Slank lagi makan siang. Sayangnya ga berani minta foto bareng. Takut menganggu privasi. #alasan. Daging sate klathak Pak Pono ditusuk dengan jeruji sepeda yang terbuat dari besi, tidak seperti sate pada umumnya yang ditusuk menggunakan bambu. Bumbunya pun tidak menggunakan bumbu kacang maupun kecap seperti sate kebanyakan. Satu porsi isi dua tusuk dengan daging yang besar-besar. Harga sekitar Rp 19.000/porsi. Pastinya tidak merasa kenyang. Tapi karena liburan hemat jadi kami putuskan kami kenyaaaaang!!! Hiks
Sate Klathak Pak Pong 
Wisata selanjutnya adalah Padang Pasir yang terkenal di Jogja, namanya Padang Pasir Parangkusumo. Yang katanya syutingnya film/video clip keren. Lumayan sangat luas keliling disini. Hanya bayar parkir aja kok. Saya sarankan jangan lupa untuk pakai sendal gunung ya. Karena ini pasir dan harus hati-hati banyak ranjau kotoran. Ada aja ketemu ayam atau bebek mati. Di atas Padang Pasir ini ada juga perkebunan dan pohon-pohon yang kokoh tumbuh. Nah, view yang mirip padang pasir kaya di film dan di videoclip itu yang tidak kami temukan. Hmm.. Beginilah view yang kami temukan.
Padang Pasir Parangkusumo (Doc. Pribadi)
Perjalanan ini ditutup dengan menikmati sunset yang udah keburu jatoh. Hehehehe.. Letaknya menukik tinggi di daerah pantai yang katanya diatas adalah tempat paralayang. Saya lupa nama tempatnya Hehe
Untuk mengisi kekosongan perut kami mencari tempat melipir. Rumah Makan Raminten yang sangat hitz ini menjadi penuntup kuliner dihari pertama perjalanan. Dengan diawali antrian yang menumpuk dan ditemani bau menyaaaaan. Hufft! Saya tak terlalu suka makan disini karena tak bisa to do point alias pelayanan cepat. Karena tempat terlanjur ramai, bau kemenyan sangat menyengat dan saya hanya merasakan pusing dan ingin lekas pulang. Menu dan rasanya biasa saja kalau menurut saya. Hanya tempat ini 24jam dan enak untuk nongkrong (andai aja ga bau kemenyan mungkin saya akan betah). Dibandingkan Rumah Makan Raminten di Malioboro, saya lebih memilih di cabang Kaliurang yang tidak terlalu crowded dan terlalu menyengat kemenyannya.
HOUSE OF RAMINTEN MALIOBORO
Pulang ke rumah Pak Lek sekitar jam 11 malam, sebenarnya tak enak permisi malam-malam, tapi mau bagaimana? Untung tak diomeli. Kami tidur dengan hawa dingin, suara jangkrik dan kodak. Biasanya saya tidak bisa tidur lelap tidur tepat orang lain tapi kali ini saga tertidur lelap duluan. Love this situation!

Hari kedua, kami berusaha untuk bangun sepagi mungkin karena kami tak mau kehilangan moment bersepeda pagi hari. Sangat menyenangkan sekali... Udara begitu beningnya, karena sudah lama tak naik sepeda jadi sedikit kagok. Dan kami mampir ke pacuan kuda dekat stadion.
Spesial hari ini adalah jalan-jalan dengan motor yang dipandu dengan kaka dan adik sepupuku, spesial request naik motor ya! Biar jalan-jalannya berasa. Dengan PDnya sayang pergi dengan pakaian ala kadarnya karna suasana panas jadi pakai jaket super tipis dan celana legging, biar terkesan santai. Dari Imogiri Barat menuju Pantai Pandan Sari dan bisa menikmati bibir pantai dengan naik ke atas menara mercusuar. Katanya sih nggak jauh, hmmm.. Ati-ati ya terjemahin kata dekat sama orang jawa hehheee... Walaupun cuaca terik tapi anginnya bikin mengigil. Saltum abis! Sudah sangat fix bakalan masuk angin. Pintu masuk area pantai seperti komplek, jadi kami harus masuk ke gerbang utama dan membayar sebesar Rp, 4.000/orang. Jadi istilahnya itu komplek wisata laut, karena bibir pantainya menjadi wisata dari banyak turis. Sesampai disana kami menikmati pantai pasir hitam yang dikenal dengan nama Pantai Pandan Sari. Kemudian kami naik ke mercusuar yang ada 10 tingkat. Dan ternyata di atas kubahnya lagi direnovasi kadi kami harus berhati-hati. Anginnya sangat amat kencang. Saya hanya beberapa kali berdiri, takut kebawa angin jadi posisi yang cocok adalah jongkok sambil gemeteran pegangan besi dan sambil nahan pipis. Hufft!
Selanjutnya kami berpindah ke pantai terakhir untuk mengisi kekosongan perut, namanya Pantai Baru. Pantai ini lebih ramai dari yang sebelumnya karena banyak yang berjualan. Makanannya enak banget dan melimpah. Kali ini diteraktir. #sujudsyukur #lupadidokumentasikan 

Komentar